PENERAPAN SNI.6233-2015 : BENIH PADI INBRIDA MENDORONG PEMANFAATAN BENIH BERLABEL DI PETANI
Pendahuluan
Dalam dekade terakhir, petani dihadapkan pada masalah peningkatan produksi tanaman padi yang antara lain disebabkan oleh stagnasi tingkat hasil varietas unggul, degradasi lahan, penyimpangan iklim, dan serangan hama penyakit (Las et al., 2004). Salah satu upaya potensial untuk meningkatkan produksi padi adalah merakit dan mengembangkan berbagai varietas unggul berdaya hasil tinggi dan berumur genjah, serta tahan cekaman lingkungan biotik dan abiotik.
Menyadari bahwa tuntutan dan tekanan terhadap sistem produksi padi pada masa datang makin berat, maka diperlukan upaya terobosan yang jitu dan spektakuler untuk mempertahankan dan meningkatkan kapasitas sistem produksi padi nasional. Tekanan utama muncul akibat makin tingginya laju konversi lahan sawah irigasi yang tidak mudah dikendalikan, terutama di Jawa, serta adanya ancaman fenomena perubahan iklim, terutama akibat peningkatan suhu udara, cekaman kekeringan, dan banjir.
Varietas Unggul Baru
Sampai tahun 2021 Kementerian Pertanian sudah melepas varietas unggul padi sebanyak 491 varietas dengan perincian varietas padi Hibriada 188 varietas dan varietas padi Inbrida sebanyak 383 varietas. Khusus padi Inbrida dibagi tiga jenis sesuai dengan ekosistemnya, yaitu padi sawah irigasi, padi sawah rawa dan padi sawah kering. Dari ratusa produk vrietas yang dihasilkan ,namun banyak diantaranya yang tidak berkembang di petani. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa pertanaman petani di lapang umumnya didominasi oleh 7-8 varietas saja yang ditanam lebih dari 300.000 ha. Oleh karena itu ada anggapan bahwa banyak varietas unggul yang dilepas kurang dimanfaatkan oleh petani.
Beberapa verietas padi menurut agroekosistemnya yang banyak diadopsi petani adalah:
A. Padi Sawah Irigasi
- Ciherang, Cigeulis, Mekongga, Ciliwung, Cilamaya, Inpari 30, Inpari 32, Inpari 33, Inpari 36, Inpari 37, Inpari 42
B. Padi Sawah Rawa
- Banyuasin, Inpara 1, Inpara 2, Inpara 5, Inpara 7, Inpara 10, Purwa
C. Padi Sawah kering
- Situ Patenggang, Situ Bagendit, Inpago 1, Inpago 3, Inpago4, Inpago 6, Inpago 8, Inpago 11
Varietas Unggul baru sering diartikan bahwa varietas tersebut mempunyai keunggulan yang spesifik dibanding dengan varietas sebelumnya. Keunggulanya tersebut adalah produksi yang tinggi, toleran Hama dan Penyakit utama padi, responsif pemupukan dan adaptiff dilingkungan. Pandangan lain mengatakan, pemanfaatan suatu varietas tidak dapat dilihat dari luasannya yang terlalu besar, tetapi tergantung pada masalah yang diatasi oleh varietas tersebut. Penggunaan Varietas Unggul Baru tentunya harus dikuti dengan benih yang berlabel dan bersertifikat.Hal ini karena benih bersertifikat akan menjamin dari sifat keunggulan yang dimiliki verietas tersebut.
Berdasarkan SNI no.6233-2015 tentang standar benih padi Inbrida memuat Standar yang meliputi persyaratan mutu, pemeriksaan lapangan, pengambilan contoh benih, pengujian mutu benih, pelabelan dan pengemasan.
Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasinya Benih padi Inbrida digolongkan dalam empat kelas benih, yaitu :
a. Benih Penjenis (BS)
Adalah benih yang diproduksi dan dibawah pengawasan pemulia tanaman atau melalui institui pemulia dengan label berwarna Kuning
b. Benih Dasar (BD/FS)
Adalah benih keturunan pertama dari BS yang memenuhi standar mutu kelasBD dan harus diproduksi sesuai dengan prosedur baku sertifikasi benih bina dengan label berwarna Putih.
c. Benih Pokok (BP/SS)
Adalah benih keturunan pertama dari BD atau BS yang memenuhi standar mutu kelas BP dan harus diproduksi sesuai dengan prosedur baku sertifikasi benih bina.
d. Benih Sebar (BR/ES)
Adalah benih keturunan pertama dari BP, BD atau BS yang memenuhi standar mutu kelas BP dan harus diproduksi sesuai dengan prosedur baku sertifikasi benih bina.
Pemanfaatan Benih Berlabel
Persepsi atau alasan petani mengadopsi varietas unggul baru berlabel dan bersertifikat bervariasi antar lokasi, iklim dan tipe agroekosistem. Oleh karena itu dalam introduksi varietas unggul baru terutama harus diperhatikan dan diuji coba lebih dulu di tingkat petani. Faktor-faktor psikologis serta sosial dalam membuat keputusan tampaknya lebih mendominasi cara berpikir petani dibandingkan faktor teknis dan ekonomi. Namun demikian sejauh mana kebenaran anggapan tersebut perlu dikaji secara kuantitatif di lapangan melalui evaluasi pemanfaatan varietas unggul di berbagai daerah sentra produksi padi.
Melalui kegiatan diseminasi teknologi seperti SLPTT dan UPSUS , bahwa penerapan komponen teknologi PTT di Indonesia ternyata menghasilkan padi bervariasi yang disebabkan oleh beragamnya kondisi lingkungan biofisik tanaman. Kegiatan tersebut sangat besar pengaruhnya dalam mengenalkan varietas unggul baru kepada petani. Di mana selama ini petani masih banyak menggunkan varietas lama dan lokal. Petani pada umumnya menggunakan benih berlabel karena dapat bantuan dari pemerintah, sedangkan bila tidak ada bantuan mereka menggunakan benih hasil turunan dan lokal.
Dengan dihasilkan dan dikembangkannya beragam VUB dengan sifat yang beragam akan dapat memecahkan masalah lingkungan biotik dan abiotik serta memenuhi keinginan petani dan preferensi konsumen yang juga berbeda antar daerah. Sedangkan untuk skala
nasional menurut Sitorus (2006), penggunaan pupuk kimiawi sudah mencapai sekitar 90% sementara itu penggunanaan benih padi unggul baru mencakup 30% dari areal tanam. Artinya sekitar 60% dari areal tanam tidak menggunakan benih unggul, sehingga penggunaan pupuk di areal tersebut sebenarnya menjadi tidak efektif dan efisien.
Data adopsi VUB dan penerapan PTT oleh petani berbeda jika ditinjau dari daerah sentra produksi padi dan secara nasional. Evaluasi dan analisis pemanfaatan varietas unggul serta teknologi PTT oleh petani sangat penting dalam upaya evaluasi dan optimalisasi program pemuliaan dan pembentukan varietas unggul padi di masa depan. Dari hasil evaluasi tersebut dapat dilakukan reorientasi program untuk lebih mengoptimalkan penelitian dan pembentukan varietas unggul dengan lebih memperhatikan masalah di lapang dan preferensi petani terhadap varietas unggul yang dikehendaki. Disamping hal tersebut, sebaran varietas unggul juga penting artinya untuk optimalisasi sistem perbenihan padi dimasa akan datang.
Demikian pula dengan penerapan teknologi pengelolaan tanamanterpadu (PTT), perlu dilakukan evaluasi sejauh mana paket teknologi PTT diterapkan oleh petani untuk menyempurnakan komponenteknologi dan akselerasi diseminasinya. Kendala pelaksanaan
di lapangan perlu dipetakan dengan jelas agar langkah-langkah antisipatif dapat segera diambil untuk mendukung program peningkatan produksi beras nasional (P2BN).
Referensi :
- Badan Standar Nasional : SNI: Benih Padi Inbrida,2015
- https://ekonomi.republika.co.id/berita/qw6kqn423/hampir-500-jenis-varietas-benih-padi-telah-dilepas-kementan
- Las, I., Suprihatno, B., Daradjat,A.A., Suwarno, Abdullah B.,Satoto, 2004. Inovasi Teknologi Varietas Unggul Padi
- Ruskandar,A, 2015.Pemanfaatan Benih Berlabel Ditingkat Petani Riau. Jurnal Agrijati, Vol.28 No.1
- Sitorus, F. 2006. Paradigma EkologiBudaya Untuk Pengembangan Pertanian. Analisis Kebijakan