PENANGANAN HASIL PANEN PADI YANG BAIK UNTUK MENGHASILKAN MUTU GABAH YANG TERSTANDAR
PENDAHULUAN
Padi merupakan tanaman semusim yang mempunyai peran penting dalam menjaga kedaluatan dan keamanan bangsa. Hal ini karena bila harga beras naik, maka akan menimbulkan gejolak yang mengganggu stabilitas keamanan. Indonesia sebagai Negara agraris semestinya tidak akan bermasalah dengan stok pangan, karena bisa memproduksi sendiri. Dalam kenyataannya setiap tahun selalu mengimpor beras untuk mencukupi kebutuhan warga yang selalu meningkat. Permasalahan tidak hanya pada rendahnya produktivitas, luasan areal tanam, tetapi juga dalam budidaya tanaman yang didalamnya mencakup penanganan hasil atau pengelolaan pasca panen.
Gabah adalah buah padi yang dipisahkan dari jerami atau malai. Gabah merupakan komoditas hasil produksi padi yang dijadikan sebagai bahan pangan pokok di Indonesia. Hasil tanaman padi yang berupa gabah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu genetika, kondisi abiotik dan biotik. Beberapa penelitian diketahui bahwa hasil gabah kering panen sangat dipengaruhi oleh kesesuaian varietas yang ditananm, keparahan dan keberadaan serangan hama penyakit dan kondisi lingkungan tumbuh seperti ketersedian air, musim, pemupukan yang sesuai.
SNI 224:2023 merupakan revisi dari SNI :01-0224.1987 tentang standar mutu gabah ini memiliki tujuan untuk menetapkan mutu gabah yang beredar di pasaran, menjamin keamanan pangan dan mewujudkan persaingan pasar yang sehat. Selain itu juga untuk menetapkan persyaratan mutu dan cara uji untuk menentukan klasifikasi, kelas mutu pengemasan dan penandaan gabah hasil perontokan tanaman padi.
Penanganan hasil tanaman padi yang tidak baik, akan menimbulkan kehilangan hasil yang cukup berpengaruhi dalam meningkatkan produksi. Dalam menangani hasil panen tentunya harus saling bersinergi, karena banyak faktor yang mempengaruhi dalam kehilangan hasil panen.
MASALAH UMUM DALAM PASCA PANEN
Bicara masalah pengelolaan pasca panen akan tertuju pada penyusutan hasil, akibat kegiatan-kegiatan selama proses penanganan hasil. Penyusutan ini tidak hanya karena kehilangan secara langsung, tetapi juga pada penurunan mutu gabah, seperti hampa, berkapur, berwarna kuning. Selain itu masalah sebenarnya juga ada sebelum pengelolaan panen atau prapanen yang dibawa oleh tanaman secara genetika, misalnya umur panen, sifat kerontokan, bulir yang tidak masak serempak. Jenis padi cere (tidak berbulu) dan unggul umunya mempunyai sifat mudah rontok, sedangkan jenis padi japonica ( berbulu) biasanya sifat kerontokannya rendah.
Penyusutan kuantitatif atau penyusutan volume terjadi karena gabah banyak terbuang pada saat panen, hilang pada saat penangkutan, tercecer pada saat perontokan atau hilang pada saat penjemuran. Sedang kualitatif dapat disebabkan karena adanya kerusakan kimiawi dan atau fisis, seperti gabah banyak yang berkecambah, banyak yang retak, biji menguning, dan lain sebagainya. Kehilangan akan lebih besar untuk padi unggul yang mudah rontok. Berikut perkiraan penyusutan hasil akibat kegiatan selam panen.
Tabel. Perkiraan penyusutan hasil padi sehubungan dengan kegiatan-kegiatan pasca panen
No | Kegiatan lepas Panen | Menutut BULOG (%) | Menurut FAO (%) |
1 | Panen | 2 | - |
2 | Perontokan | 2 | 2-6 |
3 | Penegringan | 1,5 | 22 |
4 | Pengemasan | 3 | - |
5 | Penyimpanan gabah | 1 | 2-5 |
6 | Penyimpanan beras | 1,5 | - |
7 | Pengolahan | 1,5 | 2-4,5 |
8 | Pengangkutan dari sawah | 1 | 1-5,5 |
9 | Pengangkutan/penjualan | 1,5 | - |
TOTAL | 15 | 9-21 |
Dari data-data di atas maka jelas betapa besarnya kehilangan hasil tanaman padi, kehilangan yang demikian harus dicegah atau diturunkan sampai seminimal mungkin, dan untuk itu diperlukan penanganan hasil tanaman padi lepas panen dengan cara –cara yang baik.
PENANGANAN HASIL
Penanganan Tahap Pertama
a. Pemanenan
Penentuan waktu panen sebaiknya jangan terlalu awal atau terlalu akhir, sebab :
- pemanenan yang terlalu awal dapat berakibat penurunan kualitas karena gabah terlalu banyak mengandung butir hijau dan kapur, gabah terlalu banyak mengandung kapur redemennya rendah dan menghasilkan lebih banyak dedak.
- pemanenan yang terlalu akhir/lambat akan banyak menderita kehilangan yang terutama disebabkan karena kerontokan gabah akibat terlalu masak.
Tabel. Besarnya Kehilangan Hasil Pada Setiap Waktu Panen
No | Saat-saat panen (%) | Besarnya Kehilangan |
1 | 1 minggu sebelum masak | 0,77 |
2 | saat masak yang tepat | 3,35 |
3 | 1 minggu setelah masak | 5,63 |
4 | 2 minggu setelah masak | 8,64 |
5 | 3 minggu setelah masak | 40,70 |
6 | 4 minggu setelah msak | 60,45 |
Pemanenan dapat dilakukan secara manual dan secara mekanis, yang secara manual biasanya dengan menggunakan ani-ani, sabit dan sabit bergerigi dan yang secara mekanis telah banyak yang menggunakan mesin (Brinder atau Combine Harvesting).
b. Perontokan gabah
Padi yang telah disabit bisa dilakukan perontokan dengan cara diinjak-injak/iles, gebot, pedal threser, atau power threser. Apa bila lahan memungkinkan pemanenan bia menggunakan combine harvester
c. Pembersihan gabah
Untuk membersihkan gabah dari kotoran/limbah dapat dilakukan dengan cara penghembusan oleh angin, ditampi, diayak, dengan menggunakan alat blower manual
(blower yang dijalankan dengan tangan) atau dengan cleaner (mesin pembersih). Pembersihan gabah sangat perlu agar :
(1) gabahnya lebih tahan disimpan,
(2) mengurangi kerusakan alat prosessing,
(3) mempertinggi efisiensi prosessing, dan
(4) mempertinggi harga jual per satuan berat
Sebaiknya gabah dibersihkan sampai benar-benar bersih dari berbagai potongan jerami, gabah yang hampa, maskudnya agar terhindar dari serangan hama sewaktu dalam penyimpanan dan menghemat tempat penyimpanan.
d. Pengangkutan
Yang dimaksud dengan pengangkutan gabah di sini ialah pengangkutan gabah dari sawah ke tempat prosesing atau ke rumah, dalam pengangkutan ini sering pula terjadi kehilangan. Pengangkutan dapat dilakukan dengan secara dipikul oleh tenaga manusia, dengan gerobak, truk atau trailer. Biasanya sebelum diangkut, gabah-gabah dimasukkan ke dalam karung, cara demikian selain untuk mencegah tercecernya gabah di perjalanan, juga untuk menekan biaya pengangkutan.
Penanganan Tahap Kedua
a. Pengeringan
Tujuan pengeringan yaitu untuk mendapatkan gabah kering yang tahan untuk disimpan dan memenuhi persyaratan kualitas gabah yang akan dipasarkan, yaitu dengan cara mengurangi air pada bahan (gabah) sampai kadar air yang dikehandaki. Kadar air maksimum pada gabah yang dikehandaki BULOG dalam pembeliannya (BULOG, Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Pangan Dalam Negeri 1978/1979) adalah 14%. Bagi gabah yang akan disimpan kadar air sebaiknya sekitar 12%.
Mengapa gabah selepas panen harus segera dikeringkan?
Hal ini perlu diperhatikan, sebab kadar air pada gabah selepas dipanen masih cukup tinggi sekitar 25% - 30%, bahkan kadang-kadang lebih. Kalau gabah itu terus disimpan tanpa pengeringan terlebih dahulu maka gabah jelas akan mengalami kerusakan kerusakan sebagai berikut :
(1) kerusakan karena gabah terangsang daya pertumbuhannya yang dalam hal ini gabah akan berkecambah.
(2) kerusakan karena mikroba akan terangsang perkembangannya, sehingga praktis gabah dalam penyimpanan akan mengalami serangan-serangannya, seperti terlihat pada penjelasan berikut :
(a) kadar air gabah 16% - 30% menjadikan gabah itu busuk yang disebabkan oleh panas akibat respirasi yang berlangsung terus, pembusukan mana ternyata berkaitan dengan pertumbuhan jamur yang serba cepat.
(b) kadar air gabah yang sedikit turun sampai sekitar 12% - 16% masih memberi kesempatan besar kepadajamur untuk tumbuh pada gabah dan serangga dapat berkembang.
(c) tetapi apabila kadar itu dapat diturunkan sampai sekita 9% - 12% (karena pengeringan) jamur tidak dapat tumbuh pada gabah, dan kalau kadar air ini lebih diturunkan lagi sampai di bawah 9% maka hama serangga (kutu-kutuan) tidak akan dapat berkembang baik dalam gabah.
Pengeringan dapat dilakukan secara alami dengan sinar matahari, yang dijemur menggunakan alas semen atau terpal, dan penjemuran secara mekanis menggunakan alat pengering atau box dryer.
b. Pengepakan dan Penyimpanan
Gabah yang sudah dibersihkan dan kering dilakukan pengepakan, atau pengemasan. Bila akan digunakan benih bisa dikemas dengan plastik kedap air ukuran 5 kg, dan jika akan dijadikan gabah konsumsi bisa dikemas menggunakan karung. Setelah dikemas benih disimpan di tempat yang bersih, sejuk dan kering, sehingga daya simpan benih akan lebih tahan lama. Di mana tempat penyimpanan harus diberi alas atau dibuat rak-rak untuk menyusun kemasan benih/gabah.
Penerapan SNI
Dari SNI 224:2023, bahwasanya gabah digolongkan dalam tiga klasifikasi jenis, yaitu 1) Gabah berdasarkan proses budidayanya (gabah organik dan gabah non organik), 2) Gabah berdasarkan status penanganan (Gabah kering Panen/GKP dan Gabah Kering Giling/GKG), 3) Gabah berdasarkan kelas mutu (Gabah premium, gabah medium I, gabah medium II).
Sayarat umum mutu gabah yaitu : a) Bebas hama dan penyakit, b) Bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya, c) Bebas dari bahan kimia yang membahayakan dan merugikan serta aman bagi konsumen mengacu pada ketentuan peraturan perundangan.
Secara kuantitaif standar gabah dibedakan sebagai berikut :
A.Gabah Kering Panen (GKP) Premium
-Kadar Air maks (%) : 22,0
-Butir gabah hampa, maks (%) : 1,0
-Butir gabah rusak, maks (%) : 0,5
-Benda asing, maks (%) : 0,01
B.Gabah Kering Panen (GKP) Medium I
-Kadar Air maks (%) : 25,0
-Butir gabah hampa, maks (%) : 2,0
-Butir gabah rusak, maks (%) : 1,5
-Benda asing, maks (%) : 0,05
C.Gabah Kering Panen (GKP) Medium II
-Kadar Air maks (%) : 30,0
-Butir gabah hampa, maks (%) : 3,0
-Butir gabah rusak, maks (%) : 3,5
-Benda asing, maks (%) : 0,10
D.Gabah Kering Giling (GKG) Premium
-Kadar Air maks (%) : 14,0
-Butir gabah hampa, maks (%) : 1,0
-Butir gabah rusak, maks (%) : 0,5
-Benda asing, maks (%) : 0,01
E.Gabah Kering Giling (GKG) Medium I
-Kadar Air maks (%) : 14,0
-Butir gabah hampa, maks (%) : 2,0
-Butir gabah rusak, maks (%) : 1,5
-Benda asing, maks (%) : 0,05
F.Gabah Kering Giling (GKG) Medium II
-Kadar Air maks (%) : 15,0
-Butir gabah hampa, maks (%) : 3,0
-Butir gabah rusak, maks (%) : 3,0
-Benda asing, maks (%) : 0,10
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Kehilangan pascapanen padi meliputi kehilangan kuantitatif misalnya terjadi baik sejak sebelum dipotong, waktu dipotong, umur saat dipanen, perontokkan, pengangkutan, pengeringan, maupun pada saat pengolahan dan kehilangan kualitatif misalnya berupa penurunan mutu terlihat dari bertambahnya kadar air, kotoran, benda asing, dan kerusakan seperti rusak bentuk, rusak warna, rusak baud an rasa.
- Besarnya kehilangan dalam proses penyimpanan tergantung pada jumlah bahan, mutu bahan, cara penyimpanan, dan kondisi lingkungan. Sedang tujuan penyimpanan baik gabah maupun beras adalah untuk mempertahankan kualitas dan sekaligus mencegah kerusakan serta kehilangan (termasuk penyusutan) yang dapat disebabkan oleh faktor-faktor luar ataupun dalam.
- Penerapkan Standar Nasional Indonesia tentang mutu gabah, maka diharapkan gabah yang dihasilkan melalui berbagai proses sudah sesuai standar, sehingga akan mempunyai nilai jual yang tinggi bersaing dipasaran dan aman dikonsumsi.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional : SNI. 224:2023, Mutu Gabah
Hadiwiyoto, 1980. Penanganan Lepas Panen.Depdikbud, Jakarta.
Slamet Zubaidy, 1983. Penerapan Teknologi Pasca Panen dalam Seminar Industri Pertanian 15 – 16 September, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Sularjo, 2014.Penanganan Pasca Panen Padi, Margistra, no 88,th XXVI, Juni 2014