GOOD MANUFACTURING PRACTICES (GMP) SEBAGAI FONDASI PRODUKSI PRODUK PANGAN
A. Pengertian Good Manufacturing Practices (GMP)
Good Manufacturing Practices (GMP) adalah pedoman yang menjelaskan cara Pengolahan Hasil Pertanian yang Baik agar menghasilkan pangan bermutu, aman, dan layak dikonsumsi (Peraturan Menteri Pertanian No. 20/Permentan/OT.140/ 2/2010 tentang Sistem Jaminan Mutu Pangan Hasil Pertanian). Menurut Singapurw dkk (2022), GMP adalah suatu sistem untuk memastikan bahwa produk secara konsisten diproduksi dan diawasi sesuai dengan tujuan penggunaannya dan seperti yang dipersyaratkan oleh spesifikasi produk. GMP memberikan prinsip-prinsip dasar makanan yang diterapkan dalam memproduksi makanan sepanjang rantai dan jalur makanan (dimulai dari produk primer hingga produk siap dikonsumsi).
GMP terdiri dari desain dan konstruksi higienis untuk pengolahan makanan, desain dan konstruksi higienis untuk peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan, pembersihan dan desinfeksi peralatan, pemilihan bahan baku dan kondisi yang baik, pelatihan dan higienitas pekerja, serta dokumentasi yang tepat. GMP adalah persyaratan dasar dan merupakan fondasi untuk penerapan SNI produk pangan.
B. Tujuan Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP)
1. Menghasilkan pangan olahan yang bermutu, aman untuk dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen;
2. Mendorong industri pengolahan pangan agar bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan produk yang dihasilkan;
3. Meningkatkan daya saing industri pengolahan pangan;
4. Meningkatkan produktifitas dan efisiensi industri pengolahan pangan
C. Aspek dalam Good Manufacturing Practices (GMP)
1. Lokasi. Pabrik/tempat produksi harus jauh dari daerah lingkungan yang tercemar, memiliki kemudahan akses jalan masuk, prasarana jalan yang memadai, jauh dari lokasi pembuangan sampah, terbebas dari pencemaran serta memiliki pintu masuk dan keluar yang terpisah.
2. Bangunan. Konstruksi, desain, tata ruang dan bahan baku dibuat berdasarkan syarat mutu dan teknik perencanaan pembuatan bangunan yang berlaku sesuai dengan jenis produknya. Bahan baku berasal dari bahan yang mudah dibersihkan, dipelihara dan dilakukan sanitasi serta tidak bersifat toksik.
3. Produk akhir. Produk akhir mengalami uji-uji secara kimia, fisik dan mikrobiologi sebelum dipasarkan.
4. Peralatan pengolahan. peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan harus dibuat memenuhi standar baik teknik, mutu dan higienis, seperti bersifat tidak toksik, tahan karat, kuat, tidak menyerap air, tidak mengelupas, mudah dipelihara, dibersihkan dan dilakukan sanitasi.
5. Bahan produksi. Bahan baku serta bahan tambahan yang digunakan untuk menghasilkan produk harus sesuai dengan standar mutu yang berlaku serta tidak membahayakan ataupun merugikan kesehatan konsumen. Seharusnya setiap bahan mengalami pengujian secara organoleptik, fisik, kimia, biologi dan mikrobiologi sebelum diproses.
6. Higiene personal. Seluruh karyawan yang berhubungan dengan proses produksi menjalani pemeriksaan kesehatan rutin (minimal enam bulan satu kali), tidak diperbolehkan melakukan kebiasaan yang beresiko meningkatkan kontaminasi terhadap produk seperti: bersandar pada peralatan, mengusap muka, meludah sembarangan serta memakai arloji dan perhiasan selama proses produksi berlangsung.
7. Pengendalian proses pengolahan. Pengendalian proses pengolahan dilakukan dengan cara, pengecekan alur proses secara berkala, penerapan SSOP dalam setiap langkah serta pemeriksaan raw material secara berkala yang dilakukan dengan pengujian secara organoleptik, fisik, kimia dan biologis.
8. Fasilitas sanitasi. Fasilitas sanitasi yang digunakan harus memenuhi syarat mutu yang berlaku, seperti memiliki sarana air bersih yang mencukupi, saluran yang berbeda untuk proses sanitasi dan produksi, air yang digunakan untuk proses produksi sesuai dengan syarat mutu air minum dan dilakukan pengecekan berkala terhadap fasilitas sanitasi.
9. Label. Label yang tertera pada kemasan harus sesuai dengan syarat yang telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang tata cara pelabelan makanan kemasan.
10. Keterangan produk. Keterangan produk yang tertera dalam kemasan harus lengkap serta dapat menjelaskan tentang tata cara penyimpanan, kandungan nutrisi, produsen dan tanggal kadaluarsa.
11. Penyimpanan. Proses penyimpanan bahan baku dan produk dilakukan secara terpisah dengan tujuan untuk meniadakan proses kontaminasi silang antara kedua bahan tersebut, selain itu proses penyimpanan terpisah pun dilakukan pada bahan yang bersifat toksik (bahan kimia) dan bahan pangan serta bahan yang dikemas dengan bahan tidak dikemas.
12. Pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi. Aplikasi pemeliharaan sarana pengolahan dilakukan dengan selalu menerapkan proses sanitasi peralatan pengolahan pada saat sebelum dan setelah proses produksi berlangsung, sedangkan untuk kegiatan sanitasi dilakukan dengan cara mencegah masuknya binatang/hama (tikus, serangga, burung dan kecoa) kedalam ruang produksi, penempatan pest control pada titik yang dianggap kritis serta melakukan monitoring secara berkala dan recording terhadap proses sanitasi yang berlangsung.
13. Laboratorium. Perusahaan/usaha yang bergerak dalam bidang pangan diharuskan memiliki laboratorium untuk melakukan uji secara fisik, kimia, biologis dan mikrobiologis terhadap bahan yang digunakan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan.
14. Kemasan. Bahan baku kemasan yang digunakan untuk produk pangan umumnya tidak bersifat toksik dan tidak mencemari atau mengkontaminasi produk sehingga aman untuk kesehatan konsumen
15. Transportasi. Sarana transportasi yang digunakan untuk bahan pangan harus memiliki sifat atau fungsi untuk menjaga bahan pangan agar tidak terkontaminasi dan terlindungi dari kerusakan. Penjagaan bahan baku atau produk dilakukan dengan melengkapi sarana transportasi dengan fasilitas yang dibutuhkan seperti alat pendingin.
16. Pelatihan. Pelatihan dan pembinaan merupakan hal penting bagi industri pengolahan pangan dalam melaksanakan sistem higiene. Program pelatihan yang diberikan seharusnya dimulai dari prinsip dasar sampai pada praktek cara produksi yang baik terutama 1) dasar-dasar higiene karyawan dan higiene pangan olahan kepada petugas pengolahan; 2) faktor yang menyebabkan penurunan mutu dan kerusakan pangan olahan termasuk yang mendukung pertumbuhan jasad renik patogen dan pembusuk.
17. Penarikan produk merupakan tindakan menarik produk dari peredaran/ pasaran. Ini dilakukan apabila produk tersebut diduga menjadi penyebab timbulnya penyakit atau keracunan pangan olahan.
18. Pelaksanaan pedoman, pelaku usaha/perusahaan seharusnya mendokumentasikan operasionalisasi GMP. Selanjutnya managemen perusahaan harus bertanggung jawab atas sumber daya untuk menjamin penerapan GMP demikian juga karyawan/petugas.
D. Daftar Bacaan
Singapurwa, N. M. A. S., Semariyani, A. M., Candra, I. P., & Darmadi, N. M. (2022). Strategi Peningkatan Keamanan Pangan Tradisional “Pedetan” Ikan Lemuru Melalui Penerapan GMP Dan SSOP. Penerbit Qiara Media.
Peraturan Menteri Pertanian No. 20/Permentan/OT.140/2/2010 tentang Sistem Jaminan Mutu Pangan Hasil Pertanian.
Peraturan Menteri Perindustrian No. 75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (Good Manufacturing Practices).