PENERAPAN SNI 8172-2015 : BENIH PADI HIBRIDA MENDUKUNG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DI BANGKA BELITUNG
Pemerintah dalam upaya penyediaan pangan dihadapkan pada sejumlah tantangan. Salah satu tantangan yang cukup berat adalah terjadinya konversi lahan sawah ke peruntukan lainnya, seperti untuk penggunaan perumahan, industri, perkatoran, pusat bisnis dan infrastruktur. Konversi lahan sawah sangat mempengaruhi keberlanjutan produksi beras sehingga memerlukan penanganan serius. Untuk menkompensasi kehilangan lahan pertanian, pemerintah berupaya melakukan pencetakan lahan sawah baru di luar Jawa.
Salah satu daerah yang melakukan percetakan sawah baru adalah Bangka Belitung. Dari catatan Dinas Pertanian Provinsi Kepulauan Bangka Belitung telah dilakukan percetakan sawah seluas 22.124 ha sampai tahun 2018 tetapi belum semuanya dikelola dengan baik. Tahun 2022 luasan panen di Bangka Belitung adalah 18.749.18 ha (BPS.2022), dengan rata-rata produktivitas 3,7 ton/ha. Hal ini menunjukan bahwa, bahwa perluas areal sawah belum sepenuhnya mampu meningkatkan produksi beras. Salah satu sebab masih rendahnya produktivitas adalah karena faktor kesuburan tanah yang rendah dan tata kelola air yang belum baik. Saat ini sawah di Bangka Belitung secara umum masih merupakan sawah tadah hujan, dan baru 10 % yang sudah irigasi teknis.
Usaha peningkatan produksi melalui intensifikasi dipandang masih menjadi pilihan utama dalam pencapaian ketahanan pangan di Indonesia. Pemerintah saat itu telah melakukan beberapa upaya untuk meningkatkan produksi pangan melalui program intensifikasi, di antaranya dengan penggunaan input pertanian modern termasuk varietas benih bermutu. Selanjutnya pada tahun 2007 pemerintah melaksanakan Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN), kemudian melaksanakan kegiatan Sekolah Lapangan Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) antara lain dengan bantuan benih padi hibrida yang cukup besar.
Ruang Lingkup
Padi hibrida diharapkan dapat mendongkrak produksi beras nasional, setidaknya varietas padi hibrida dapat dijadikan sebagai teknologi terobosan. Berdasarkan pengalaman negara lain yang telah lebih dahulu mengembangkan padi hibrida menunjukkan varietas ini memiliki sejumlah potensi untuk dikembangkan. Walaupun demikian, tidak dipungkiri juga menghadapi banyak kendala dan tantangan.
Dalam mengurangi kendala dan tantangan, maka penerapan benih padi hibrida harus sesuai standar benih yang berlaku. Sesuai SNI no.8172-2015 tentang standar benih padi hibrida yaitu : persyaratan mutu labroratorium dan persyaratan mutu lapangan. Persyaratan mutu laboratorium meliputi a)kadar air (maks 13 %), b)Benih murni (min 98 %), c)Kotoran benih (maks 2 %), d) Benih tanaman lain (maks 0,2 %), e) Biji gulma (mak 0,0%), f) Daya kecambah (min 80 %). Sedangkan syarat mutu lapangan meliputi: a) Isolasi jarak (min 50 m), b) Isolasi waktu (min 21 hari), c) Isolasi tanaman lain(min 2,5 m), d) Campuran variatas lain ( maks 0,2 %), e) Restorer yang tertinggal pada saat pemeriksaan terakhir (maks 0,0 %).
Peran Benih Hibrida
Benih memiliki posisi sangat vital dalam peningkatan produksi. Dalam benih terkandung potensi genetik produksi yang akan memberikan hasil dalam usaha pertanian. Sebaik apapun faktor lingkungan disediakan ,seperti ketersediaan unsur hara dan yang lainnya - ketika potensi benihnya rendah maka rendah pula produksi yang dihasilkan sehingga persoalan benih harus mendapatkan perhatian lebih besar dalam upaya meningkatkan produktivitas pertanian kita.
Potret pengembangan benih padi hibrida di Indonesia sampai saat ini sudah cukup baik, walaupun penggunanya masih rendah. Guna memenuhi kebutuhan benih padi hibrida bagi para petani, pelaku usaha budi daya tanaman padi hibrida memproduksi benih yang legal beredar adalah benih bina, yaitu benih yang sudah dilepas oleh pemerintah.
Sampai dengan tahun 2020 benih padi hibrida yang sudah dilepas oleh pemerintah/ Menteri Pertanian sebanyak 107 varietas. Benih padi hibrida banyak diproduksi oleh pihak swasta seperti : varietas Intani I, Intani 2, varietas Miki 1, Miki 2 dan Miki 3; Hibrindo R1, Hibrindo R2, Batang Samo, Batang Kampar. , varietas Mapan P-02, dan P-05, SL 8 dan SL 11 SHS, Brang Biji, Adirasa 64, PP 2 (Hidrid), Bernas Super, Bernas Prima . sedangkan Pemerintah melalui BB Padi memproduksi varietas HIPA 3, Hipa 4, Adirasa 1, Hipa 7, Hipa 8 Pioner, Hipa 9, Hipa 10, Hipa 11, varietas Hipa Jatim 1, Hipa Jatim 2, Hipa Jatim 3, Tingkat pengembangan benih padi hibrida sangat tergantung dari permintaan pasar, yaitu adopsi dari pengembangan padi hibrida. Menurut peniliti dari BB Padi Sukamadi, tingkat adopsi teknologi padi hibrida masih rendah, yakni di bawah 5 persen pada kurun waktu 2013-2017.
Adapun rendahnya adopsi padi hibrida di tingkat petani lebih disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya produksi benih padi memiliki proses rumit, serta produksi benih padi yang melibatkan galur mandul jantan. Proses ini secara alamiah memiliki rendemen benih lebih rendah dibandingkan padi normal, yaitu sekitar 1,5 ton per hektare. Oleh karena itu, harga benih padi hibrida lebih mahal dibandingkan dengan benih padi Inbrida. Hal ini menyebabkan terbatasnya ketersediaan benih hibrida di toko pertanian, karena terbatasnya jumlah produsen atau penangkar benih.
Faktor lain yang juga tak kalah penting adalah soal produktivitas varietas unggul yang memberikan keunggulan heterosis sekitar 10 persen dibandingkan padi inbrida. Padahal pada tingkat penelitian dan pengkajian angkanya bisa mencapai 15-20 persen.
Penulis : Sugito, SP
Referensi :
- Badan Standar Nasional : SNI: Benih Padi Hibrida,2015
- Bangka Belitung Dalam Angka, BPS. 2022
- https://bbppmbtph-tanamanpangan-ppid.pertanian.go.id/index.php/news/view/1074